Pada kesempatan ini saya ingin mengulas tentang salah satu masjid bersejarah, khususnya dalam cikal bakal Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat. Masjid Pathok Negoro begitulah warga masyarakat menyebutnya, disebut 'pathok negoro karena memang salah satu tujuan didirikan masjid adalah sebagai pos terluar dari batas Kasultanan Ngayogyakarto pada waktu itu. Salah satu dari Masjid Pathok Negoro di bagian selatan adalah Masjid Taqwa Wonokromo. Lokasi masjid berada di dusun Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.
Masjid Pathok Negoro Wonokromo Pleret Bantul |
Masjid Pathok Negoro Wonokromo Pleret Bantul |
Bangunan Masjid Taqwa menempati tanah putih seluas 5000 meter persegi dengan luas bangunan saat didirikan seluas 420 meter persegi dan setelah dilakukan pengembangan hingga saat ini menjadi 750 meter persegi. Bagian serambi masjid seluas 250 meter persegi, ruang perpustakaan seluas 90 meter persegi dan halaman seluas 4000 meter persegi.
Bagaimana agar bisa ke masjid ini?
Jika dari terminal Giwangan Yogyakarta, lurus ke arah selatan. Sampai menjumpai perempatan lampu merah pertama (perempatan Jejeran). Dari perempatan tersebut lurus lebih kurang 800 meter. Setelah belokan pertama, sebelum jembatan kecil ada bangunan gapura besar di sebelah kiri jalan. Belok kiri lalu ikuti saja ke arah timur, sampai ada tembok, lurus saja dan belok kanan, bangunan masjid sudah terlihat begitu megahnya.
Sejarah berdirinya Masjid Taqwa Wonokromo
Sejarah berdirinya tidak terlepas dari seorang tokoh yang bernama Kyai Mohammad Faqih yang merupakan menantu dari Ki Derpoyudo dari putri pertamanya dan merupakan Kakak ipar Sri Sultan Hamengku Buwono I yang merupakan menantu dari Ki Derpoyudo dengan putri keduanya. Ki Muhammad Faqih seorang guru agama Islam yang menasehatkan agar Sultan mengangkat orang orang yang dapat mengajar dan menuntun akhlak dan budi pekerti yang disebut ‘Pathok.
Akhirnya Ki Muhammad Faqih di angkat sebagai kepala ‘Pathok tersebut dan dianugrahi tanah di sebelah selatan Ketonggo yang berupa alas awar-awar, dan dibangunlah masjid kecil ditempat tersebut dengan nama ‘Wa Ana Karoma yang berarti Agar Mulya Sungguh sungguh. Ki Muhammad Faqih disebut juga Kyai Sedo Laut yang berarti meninggal dilaut. Beliau wafat saat menunaikan haji dan kapalnya karam di selat Malaka, sedangkan putranya KH Abdullah terdampar di selat Malaka. (www.onthelpotorono.wordpress.com)
Pada awalnya bentuk bangunan masjid Taqwa berbentuk kerucut dengan mustaka dari kuwali tanah liat, serambi bentuk limasan dengan satu pintu didepan, bahan dari bambu, atap dari welit berupa anyaman ilalang, dinding dari anyaman bambu atau gedhek, tempat wudhu dari padasan ditempatkan disisi utara dan selatan halaman masjid. Pada tahun 1867 atap diganti dengan genteng, kemudian dinding dari batu bata, serta lantai campuran dari gamping dan tumbukan bata merah serta pasir.
Tahun 1913 kembali mengalami perombakan berupa penggantian kerangka bambu diganti dengan kerangka kayu nangka. Dan setelah mengalami beberapa kali renovasi akhirnya secara total pada tahun 1986 setelah mendapat bantuan dari presiden RI dibangun dengn konstruksi beton bertulang, dengan tidak meninggalkan corak kejawennya sesuai surat perintah dari Keraton. Termasuk pemilihan warna cat yang berupa komposisi hijau, kuning, merah dan kuning emas (prodo). Hal ini dikarena warna warna tersebut mempunyai filosofis yang dalam. Pada tahun 2003 kembali mendapat bantuan dari Dinas pariwisata Yogyakarta dan dipergunakan untuk pembangunan gedung pertemuan di bagian utara serambi masjid serta menghidupkan kembali kolam di depan sisi kiri dan kanan serambi masjid.
Bagaimana kondisi bangunan dan ruangannya?
Masjid At Taqwa Wonokromo lebih cenderung berwarna khas keraton, warna hijau dikombinasikan tambahan warna merah dan kuning. Di depan serambi masjid ada aliran air, yang digunakan untuk menghilangkan kotoran (kaki) jika ingin memasuki masjid. Bangunan mustoko, kepala masjid juga khas keraton tidak seperti kerucut. Yah, hampir mirip dengan masjid keraton gitu, seperti masjid Gede Kauman Yogyakarta.
Tempat wudunya juga bersih, dan harum. Pertama kali ke situ kesan pertama dari kompleks bagunan masjid ini adalah sejuk, adem dan bersih. Seanjutnya untuk serambi masjid juga sangat bersih dan terawat. Masih ada alat bedug yang digunakan untuk memanggil para jamaah ketika waktu sholat tiba. Terletak di serambi masjid, pojok sendiri di bagian selatan serambi.
Masjid Taqwa Wonokromo Pleret Bantul |
Warna hijau warna khas keraton Yogyakarta |
Tempat wudhu masjid Taqwa Wonokromo |
Serambi masjid Taqwa Wonokromo |
Lampu hias masjid khas keraton Yogyakarta |
Pilar utama yang berjumlah empat |
Bedug masjid Taqwa Wonokromo |
Masuk ruangan ke dalam masjid Taqwa Wonokromo, karena pada waktu itu tak dikunci. Lantainya adem, di dalamnya ada tiang berjumlah 4 (empat) besar sekali. Ada juga lampu hias di dalam masjid yang menambah nuansa keraton Yogyakarta di dalam masjid ini. Sangat bersih dan nyaman jika sobat dipastoria bisa sholat di sini.
Untuk parkir kendaraan jangan khawatir, karena memang lahan parkir masjid Taqwa Wonokromo super luas. Jadi mau parkir pakai kendaraan roda 4 atau kendaraan lainnya ok, tak masalah.
Asal usul nama Masjid Taqwa Wonokromo
Banyak sejarah yang memberikan penjelasan tentang asal usul nama masjid Taqwa Wonokromo, di sini saya ingin menyampaikan dari beberapa sejarah yang sering diceritakan. Sejak masjid ini didirikan oleh Kyai Muhammad Faqih, masjid ini tidak ada namanya. Saat itu, masyarakat mengenalnya dengan sebutan masjid Wonokromo. Pada saat kepengurusan masjid dipegang oleh Kyai Makmun, masjid diberi nama Masjid Taqwa, bukan Masjid at-Taqwa.
Ada argumen yang diberikan Kyai Makmun kenapa masjid ini diberi nama masjid Taqwa dan bukan Masjid at-Taqwa. Kata taqwa adalah bentuk ‘isim nakiroh, yang mengandung pengertian umum untuk siapa saja. Siapa saja dari tingkatan kyai sampai dengan tingkat orang awam sekalipun boleh beribadah di masjid ini, tak ada bedanya dengan siapa pun. Termasuk yang boleh masuk ke masjid ini tidak hanya warga Wonokromo, tapi juga warga lainnya. Lain dengan kata at-Taqwa dalam bentuk isim ma'rifah, yang mengandung pengertian khusus, bahwa yang boleh masuk masjid hanya para kyai saja. Atau masjid ini hanya khusus untuk warga Wonokromo saja.
Pemberian nama ini dilakukan secara resmi dengan membuka selubung papan nama yang lakukan oleh Kyai Makmun, selubung papan nama Masjid Taqwa pada saat itu digantung di kanopi di serambi masjid.